Sabtu, 13 Oktober 2012

Cerpen - Aku dan Seseorang Dalam Coretan (Part 1)

By : Yudhanti "Kiko" Hijrahiswari


Melupakan sesorang memang sulit. Namun, ketika kau memutuskan untuk melupakan orang itu, maka kau harus memegang teguh ucapanmu. Jika tidak, kau hanya akan terbelenggu dalam bayangannya dan selamanya membohongi hati dan perasaanmu. Seperti aku.

Malam itu tak biasanya. Awan gelap memayungi tempat Jepang berdiri kokoh. Hawa dingin pun tak henti-hentinya menusuk tulang. Terdengar dari jauh jam berdendang dari arah taman kota, sekitar 1,5 kilometer dari tempatku berdiri sekarang. Aku sudah terlalu lama di sini, sepertinya. Kurapatkan lagi jaket beludru yang aku kenakan malam ini. Rasanya aku tak ingin kembali. Ingin tetap di sini. Mengenangmu sekali lagi.

Ku keluarkan sekali lagi selembar kertas usang dengan tulisan tangan cukup rapi namun tidak beraturan. Hah! Tentu saja, itu tulisanku. Tulisan yang baru kutemukan beberapa jam yang lalu setelah aku membongkar kardus-kardus tua di apartemenku. Aku sedikit tertawa ketika membacanya pertama kali. Percayakah kau itu adalah catatan kecilku pada orang yang ku sukai saat aku kelas 1 SMA? Sayangnya orang itu tak pernah tau dimana aku berada sekarang. Begitupun sebaliknya. Ironis memang.
Menlihat bangku di taman kota yang kosong, aku duduk di atasnya. Merapatkan syal yang aku gunakan untuk menghangatkanku, aku bersandar di bangku itu dalam diam. Membaca catatan itu sekali lagi dan menarik nafas dingin di sekelilingku ke dalam paru-paru.

Untuk Seseorang di Tahun Pertama.
Saat pertama bertemu kala itu, aku pikir kau orang yang berbeda. Tidak. Bukan dalam artian yang baik. Tapi, bagiku kau begitu sombong. Tak sadarkah anak kecil itu menangis karena dirimu? Kemudian kau pergi meninggalkannya dengan kaki terluka. Andai saat itu aku tak melihatnya, taukah kau apa yang terjadi padanya? Kau makhluk paling egois yang pernah kutemui dalam hidupku. Harusnya kau tahu itu.

Haha… aku tertawa sendiri saat membaca tulisan kecilku. Begitu polos. Aku menahan dagu di atas telapak tanganku seraya memejamkan mata. Aku tahu sampai saat ini kau masih saja egois. Dan aku masih membencimu karena hal itu. Hanya saja.... entahlah aku tidak tahu. Kupindahkan pandanganku ke atas kertas usang itu lagi.

Aku cukup kaget saat melihatmu di taman kota malam itu. Saat itu hujan turun dengan deras. Sedang kau berlari-lari mengelilingi taman kota itu tanpa perlindungan apapun. Meletakkan telapak tanganmu yang besar itu di atas kepalamu seolah mampu melindungimu dari apapun. Aku yang berdiri di bawah pohon dengan satu payung di tangan kananku, terus memperhatikanmu. Apa kau sengaja membuat dirimu sakit ? aku tersentak kaget saat menyadari kekhawatiranku padamu. Dan yang paling membuatku kaget adalah saat aku mulai sadar aku berjalan ke arahmu dan melindungi tubuhmu dari derasnya hujan dengan payungku.

Aku tidak mengerti dan ku pikir selamanya tak akan pernah mengerti mengapa aku melakukannya. Kau tahu, mungkin alasanku melakukan hal itu padamu saat itu karena menyadari beberapa hal. Pertama, karena rasa kasihanku tumbuh saat melihatmu basah kuyup dengan jaketmu yang begitu melekat ke tubuhmu layaknya kulitmu yang kedua. Dan kedua, karena aku sadar saat kau memberikan payungmu pada gadis kecil yang menggigil di amperan toko tua di pojok jalan. Walaupun aku tahu tentang itu, rasa benci dalam diriku padamu masih ada. Dan berharap perasaan ini bertahan seperti ini.

Rasanya semuanya gelap. Tubuhku ini pun serasa tak bertenaga. Ini jelas-jelas bukan seperti diriku yang biasanya, yang selalu kuat, apalagi hanya karena demam ini. Kemudian semuanya terasa lebih ringan dan hangat, tidak. Maksudku terasa sejuk di bagian dahiku. Siapa? Kemudian saat perlahan ku membuka kelopak mataku, aku melihat dirimu. Dan tanpa alasan mengapa, kenapa dan bagaimana, air mataku pecah.

Yayaya, aku masih belum percaya saat melihat raut wajahmu siang itu. Aku ingat saat itu aku seperti seseorang yang tak berdaya yang bisanya hanya bisa menangis tanpa alasan. Aku tak menyangka bahwa orang yang bisa melakukan itu padaku adalah dirimu. Dan aku tak menyangka bahwa kau bisa menunjukkan raut wajah seperti itu saat aku pingsan akibat bola basket yang menimpa kepalaku. Aku tersenyum meringis. Perhatiankah dirimu? Khawatirkah dirimu? Sok kenal kah dirimu? Aku tidak tahu.

Ini gila! Benar-benar gila! Lyla, sadar! Bagaimana mungkin kau menyukai laki-laki egois macam dia? Aku ingat saat aku mati-matian mengatakan hal itu pada Lyla, sahabatku. Dia egois, dia sombong, dia entahlah. Aku berusaha meyakinkannya, menepis perasaan lain yang tumbuh menyakitkan dari ulu hatiku tanpa tahu alasannya. Aku tidak sedang cemburu, khan ?

Kali ini tenggorokanku serasa tercekat melihat kata yang tertulis di catatan itu. Aku baru sadar, aku berani memasang kalimat itu, berusaha menghibur diriku sendiri. Tapi, tetntu saja aku tak mungkin merasakan itu padanya. Itu adalah kejadian lama. Sudah 4 tahun. Itu hanya cinta monyet belaka tanpa ada unsur perasaan atau apapun. Kemudian aku mulai membaca kertas itu lagi sambil tersenyum masam. Aku benar-benar tak pandai membohongi diriku sendiri, ya.....

Hubungan kita saat ini memang mengalami banyak peningkaatan, bukan ? Meski kita bukan teman baik, setidaknya kini aku mendengarkanmu. Tentang masalahmu, pengalamanmu, ceritamu, perasaanmu. Walaupun memang tak adil rasanya. Sebab aku tak pernah menceritakan masalahku, pengalamanku, ceritaku dan perasaanku, khususnya perasaanku padamu yang membuatku frustasi setiap kali melihat wajahmu.

Lanjut ke Cerpen - Aku dan Seseorang Dalam Coretan (Part 2)

1 komentar:

lanjutin lagi dong ceritanya..
kapan updatenya?

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More